Pemutakhiran
daftar pemilih untuk pemilihan kepala daerah 2015 tengah berjalan. Namun
beberapa masalah disinyalir menjerat persoalan daftar pemilih dan dikhawatirkan
mengancam hak konstitusional warga.
Dalam
diskusi publik bersama media massa bertema “Daftar Pemilih Pilkada dan Ancaman
Hak Konstitusional” Kamis, (4/7) di Media Center Bawaslu RI, Dirjen
Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arief Fakhrullah
memaparkan bahwa kependudukan ini sangat dinamis, artinya ada yang lahir, mati,
usianya menjadi hak pilih, pindah, dan pergi sehingga perlu adanya
pemutakhiran. Kemudian,
pemerintah harus mempersiapkan dua alat. Pertama, DAK2 (Data Agregat
Kependudukan Per Kecamatan). Data ini merupakan instrumen sangat penting yang
digunakan bagi calon perseorangan. Karena DAK2 ini nanti digunakan untuk calon
perseorangan menghitung prosentase berapa suara yang diperlukan. Kedua, pemerintah harus
menyediakan DP4 (Daftar Penduduk Potesial Pemilih Pemilihan). DP4 inilah yang
akan menjadi DPS (Daftar Pemilih Sementara) dan DPT (Daftar Pemilih Tetap).
Tentu saja melalui mekanisme pemutakhiran dan pemerintah sudah menyampaikannya
kepada KPU (Komisi Pemilihan Umum) pada 3 Juni lalu, imbuhnya. Terkait perbedaan jumlah DP4
Pilkada dengan data Pilpres tahun 2014, Zudan menjelaskan bahwa kalau dulu DP4
diambil dari pemerintah kabupaten/kota, KPU kab/kota diberi dari pemerintah
daerah. Dan Pemerintah Pusat memberi ke KPU, jadi datanya bisa berbeda. Sekarang, ia menjelaskan, sudah
dilakukan perubahan mekanisme agar data kependudukan itu satu. Apa yang
dibutuhkan dalam Pilkada adalah ketunggalan atau keseragaman data. Maka
mekanisme yang dipakai adalah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil)
kabupaten/kota mengirimkan data ke Dukcapil Depdagri, kemudian
dikonsolidasikan/dimutakhirkan oleh Depdagri dan kemudian Mendagri mengirim ke
KPU. Dari KPU dikirim ke KPU masing-masing sesuai jenjangnya. Mekanisme ini sesuai dengan
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang administrasi kepedudukan (perubahan)
pasal 58 bahwa seluruh data yang digunakan untuk perencanaan pembangunan,
anggaran, data program-program itu bersumber data dari Kemendagri. Ia menambahkan bahwa titik
penting pemerintah, KPU dan Bawaslu adalah mempunyai konsen yang sama agar
warga negara yang sudah memenuhi syarat untuk memilih tidak kehilangan hak
konstitusionalnya. Maka ketiga lembaga ini terus menjalin hubungan dan
menyiapkan instrumen yang paling tepat misalnya untuk pemutakhiran data. Mengenai adanya perbedaan
hampir 14 Juta orang antara DPT Pilpres 2014 dengan DP4 yang dipakai dalam
Pilkada 2015 ini, Zudan menjawab bahwa pemutakhiran data itu intinya adalah
untuk mencocokkan dengan kondisi nyata di lapangan, bukan untuk merubah elemen
data. Di dalam proses verifikasi bisa bertambah dan bisa berkurang. “Jadi,
pemutakhiran data pemilih adalah menambah dan/atau mengurangi calon pemilih
sesuai dengan kondisi nyata di lapangan, bukan untuk merubah elemen data yang
bersumber dari DP4,” paparnya. Di
akhir diskusi Zudan mengatakan bahwa Kemendagri sudah memberikan instrumen
pemutakhiran data kepada KPU atau petugas pemutakhiran, agar bisa melakukan
pemutakhiran data dengan nyaman dan menjadi panduan seragam seluruh Indonesia.
Tentang identitas pemilih apa yang bisa diterbitkan oleh daerah adalah surat
keterangan. Namun, ia juga menyatakan kalau bagi masyarakat yang kartu tanda
penduduk (KTP)nya belum jadi, masih boleh menggunakan KTP yang lama. Karena di
beberapa daerah distribusi KTPnya ada yang belum selesai, terangnya.
Diskusi
ini juga dihadiri oleh Komisioner Bawaslu RI, Daniel Zuchron, Komisioner KPU
RI, Ferry Kurnia Rizkiyansyah dan Koordinator JPPR, Masykurudin Hafidz.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar