Translate

Selasa, 28 Juli 2015

PNS Mukomuko Di Himbau Tetap Netral Dan Tidak Terlibat Langsung Dengan Pemenangan Calon Tertentu



Inspektorat Kabupaten Mukomuko menyatakan akan memberikan sanksi tegas bagi para PNS yang terlibat dalam upaya pemenangan calon bupati (Cabup) dan calon wakil bupati (Cawabup) di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Mukomuko 2015. Hal tersebut sesuai dengan PP 53 Tahun 2010, Tentang Kedisiplinan Pegawai. Jika memang terbutki bisa saja PNS yang bersangkutan akan terancam dikenakan sanksi pemecatan.
Inspektur Inspektorat Mukomuko, A. Halim, SE, M.Si menyebebutkan dengan tegas agar PNS Mukomuko tidak terlibat langsung dalam pilkada, jika hal tersebut terbukti, PNS yang bersangkutan akan dikenakan sanksi. Peraturan tersebut tertuang dalam PP 53 tahun 2010 Pasal 4 Ayat 14 dimana setiap PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundangundangan. ‘’Karena saat ini sudah mulai memasuki masa pilkada, kita menghimbau agar PNS di Mukomuko tetap netral dan juga tidak terlibat langsung dalam tim pemenangan calon tertentu,’’ sampainya.
Disebutkan ada tiga macam sanksi yang akan diberikan bila PNS tidak bersikap netral di pesta demokrasi Kabupaten kelak. Diantaranya sanksi ringan berupa teguran tertulis, pernyataan tidak puas secara tertulis. Sanksi  kedua yaitu sanksi sedang seperti penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun hingga penurunan pangkat setingkat lebih rendah
selama 1 (satu) tahun. Yang terakhir sanksi berat mulai dari penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. ‘’Sanksinya ada tiga macam atau berjenjang, sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Kita juga memiliki sistem pembinaan yang harus dilakukan oleh atasan masing-masing pegawai. Bila semua hal seperti pemeriksaan, pemanggilan, dan bukti-bukti yang dilampirkan kuat sudah dilakukan, selanjutnya pembahasan, bahwa perbuatannya masuk kategori mana dan apa sanksinya. Bisa saja PNS yang terlibat secara langsung dalam pilkada akan dikenakan sanksi berat bahkan terancam dikenakan sanksi pemberhentian tidak hormat sebagai PNS,’’ tegas Alim.


Rabu, 08 Juli 2015

Pentingnya Pengawasan Oleh Bawaslu dan Jajarannya



Tekad untuk melaksanakan Pilkada serentak harus berhasil. Baik dari sisi demokrasi, paham kedaulatan hingga perjuangan pada hak-hak rakyat. Demokrasi harus  bermanfaat bagi bangsa, aman dan sukses. Demikian disampaikan, Ketua Komisi II Rambe Kamarul Zaman saat menghadiri rapat konsultasi gabungan di Gedung DPR RI Jakarta, Senin, (6/7). ‘’Kita sudah berkali-kali menyelenggarakan pemilu, jadi, hasil pemilu harus ada perubahan, harus lebih baik dari pemilu-pemilu sebelumnya, termasuk pemilihan kepala daerah serentak nanti,’’tegasnya. Ia menegaskan kembali, ukuran keberhasilan kita dalam Pilkada di samping demokrasi adalah bermanfaat bagi bangsa ini. Peraturan perundang-undangan telah dikeluarkan dengan lengkap, dan bisa menjadi pedoman kita dalam pilkada yang demokratis.
Selain itu ia mengatakan terkait siapa yang akan menyelesaikan perselisihan hasil akhir Pilkada. DPR masih menunggu keputusan antara MK dan MA. Sebelumnya dalam undang-undang No. 1 tahun 2015 Mahkamah Agung telah diberi kewenangan untuk menyelesaikan jika terjadi perselisihan hasil Pilkada, namun dengan secara terbuka MA tidak bersedia atas pemberian kewenangan tersebut. Setali tiga uang dengan apa yang di tegaskan MA dalam menyelesaikan perselisihan hasil Pilkada, Mahkamah Konstitusi juga telah menyatakan hal yang sama jika nantinya terdapat perselisihan hasil akhir Pilkada. ’’Akan tetapi jika sampai batas akhir perundingan namun belum juga terbentuk peradilan khusus, maka Mahkamah Konstitusi masih berwenang untuk menyelesaikan perselisihan hasil akhir Pilkada,’’ jelas Rambe.
Selain hal diatas, Rambe juga mengatakan terkait peran Bawaslu dan jajarannya, Komisi II DPR RI mengharapkan Bawaslu RI dan jajarannya ke bawah diperkuat. Bawaslu diharapkan dapat meningkatkan kapasitas lewat bimbingan teknis kepada Panwas sampai tingkat bawah.
“Komisi II juga tidak setuju kalau anggaran Panwas tidak dikeluarkan. Sampai batas akhir anggaran pilkada  untuk Panwas belum juga selesai. Komisi II DPR mengusulkan agar Pilkada ditunda,’’ tegasnya. Masih kata Rambe, pentingnya pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu dan jajarannya terjawab dengan suksesnya gelaran Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Jadi Komisi II DPR RI menganggap penting adanya Bawaslu RI dan tingkatannya ke bawah untuk mengawasi Pemilu dan Pilkada.


Polri Pastikan Siap Amankan Pilkada



Dalam gelaran Pilkada yang akan dilaksanakan pada akhir tahun 2015, Kepolisian Republik Indonesia telah menyatakan kesiapannya dalam mengamankan Pilkada tersebut. Dalam menjalankan tugasnya, Polri akan membentuk beberapa satuan tugas (Satgas). Demikian disampaikan Kapolri, Jenderal (Pol) Badroddin Haiti saat menghadiri rapat gabungan di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (6/7). Satuan tugas yang dibentuk tersebar dibeberapa wilayah, kata Badroddin, Satgas satu di wilayah barat, Satgas dua di wilayah tengah, Satgas tiga di wilayah timur, dan Satgas empat merupakan bantuan teknis. ‘’Pembentukan satuan tugas dalam pengamanan Pilkada diharapkan dapat menjadikan Pilkada yang aman, tentram, dan demokratis,’’ tegasnya.
Selain itu ia menyampaikan, pihaknya sudah mengantisipasi kerawanan yang mungkin terjadi dalam gelaran pilkada nanti, baik dalam bentuk tindak pidana umum, seperti pembakaran, penculikan, perkelahian, bahkan pembunuhan ataupun dalam tindak pidana pemilu, seperti pemalsuan dokumen, pengrusakan kelengkapan pilkada, dan bahkan unjuk rasa atas hasil akhir yang tidak bisa diterima (bagi pihak yang kalah). ‘’Polri akan melibatkan personil sebanyak 255.362 personil yang terdiri dari 3.929 personil dari Mabes Polri, dan 251.433 personil yang tersebar pada kabupaten/kota dan provinsi yang akan melaksanakan pilkada serentak,’’ jelasnya.
Polri juga menyiapkan sekitar 15 ribu personel Brimob Polda yang bertugas untuk menghadapi kontigensi. Tak lupa, bantuan dari TNI pun dipersiapkan untuk memastikan ketertiban masyarakat bisa terjaga dari tahap persiapan hingga pelaksanaan pilkada. Selanjutnya ia mengatakan terkait tahapan pengamanan di tempat pemungutan suara (TPS), pengamanan TPS dilakukan pola perbandingan antara Polri, Linmas dan jumlah TPS. Kategori TPS yang aman terdiri dari, 2 (dua) anggota Polri dan 10 anggota Linmas untuk 5 buah TPS. Kategori TPS rawan satu, terdiri dari 2 (dua) anggota Polri dan 5 (lima) anggota Linmas untuk 2 (dua) buah TPS. Sedangkan TPS rawan dua terdiri dari 2 (dua) anggota Polri, 2 (dua) anggota Linmas untuk 2 (dua) TPS. Sebelumnya, telah kita ketahui bahwa, Pilkada serentak periode pertama akan dilaksanakan pada akhir tahun 2015 di 269 daerah, yang meliputi sembilan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, 224 pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta 36 pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pilkada serentak akan dilaksanakan bertahap, yakni tahap pertama pada 9 Desember 2015, tahap kedua pada Februari 2017, tahap ketiga pada Juni 2018, tahap keempat pada 2020, tahap kelima tahun 2022 dan tahap kelima pada 2023.


Pelaporan Pelanggaran Harus Penuhi Syarat Formil dan Materiil



Menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak Desember mendatang, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terus menyosialisasikan terkait aturan main pelaporan pelanggaran. Kepala Bagian (Kabag) Analisis Teknis Pengawasan dan Potensi Pelanggaran Feizal Rachman mengatakan syarat pelaporan apabila terjadi pelanggaran pada pilkada, haruslah memenuhi syarat formil dan materil. "Laporan harus memenuhi syarat formal dan materiil, yang termasuk syarat formil misalnya adalah harus jelas siapa yang melapor, siapa yang dilaporkan, kapan kejadiannya, apa bukti awalnya dan lain sebagainya" ujarnya dalam audiensi dengan perwakilan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali, di Gedung Bawaslu RI, Selasa, (7/7).
Feizal menjabarkan selama ini banyak orang melaporkan adanya tindak pelanggaran tetapi tidak membawa informasi yang jelas. Para pelapor tersebut menggap telah memberitahu ke Pengawas Pemilu, padahal laporan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti. "Ketidaktahuan ini menyebabkan Bawaslu sering dianggap tidak responsif dalam menerima laporan. Padahal laporannya tidak dapat ditindaklanjuti karena informasinya kurang jelas sehingga tidak memenuhi syarat. Terkait ketidaktahuan ini, Bawaslu melakukan sosialisasi agar masyarakat bisa paham," jelasnya.
Dalam perhelatan pilkada serentak ini, sambung Feizal, Bawaslu RI tidak memiliki kewenangan langsung untuk melakukan pengawasan. Kewenangan pengawasan diberikan kepada pengawas pemilu yang ada di daerah yang menggelar pilkada, yakni Bawaslu Provinsi maupun Panwaslu Kabupaten/Kota. "Undang-undang 8 tahun 2015 mengatakan bahwa Pilkada ini masuk area Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) maka kewenangan pengawasan melekat ada pada daerah yaitu Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/kota yang melaksanakan Pilkada, Bawaslu RI lebih kepada persiapan mekanisme, struktur, regulasi yang akan menjadi panduan bagi jajaran Bawaslu di daerah yang melaksanakan Pilkada" tambahnya.
Menanggapi banyaknya baliho yang dipasang dan dianggap curi start kampanye serta mengganggu ketertiban umum, Bawaslu tidak dapat menindak. “Sudah jadi fenomena di seluruh Indonesia ada saja yang curi start pasang Baliho. Bawaslu tidak bisa melakukan tindakan apa-apa karena memang UU tidak mengaturnya kecuali jika sudah ditetapkan sebagai pasangan calon. Ketika sudah ditetapkan pasangan calon, baru bisa ditindak. Tapi terkait hal ini juga bisa masuk ke aturan ketertiban umum dan ketenteraman (Satpol PP) karena merusak lingkungan,” pungkas Feizal.


DPRD Juga Dituntut Aktif Awasi PILKADA


Sebagai lembaga yang membawa aspirasi masyarakat, DPRD diminta untuk turut mengawasi pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada) serentak tahun 2015. Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Hukum, Humas, dan Pengawasan Internal, Sekretariat Jenderal Bawaslu RI Ferdinand ET Sirait ketika menerima kunjungan anggota DPRD Kabupaten Muko-Muko, Rabu (8/7).
Ferdinand menegaskan, para anggota DPRD ini dituntut untuk aktif mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pilkada dan tidak mudah terbawa isu-isu yang negatif. “DPRD juga harus memiliki peran dalam mendorong partisipasi masyarakat untuk jangan sampai memilih pemimpin yang buruk. Selain itu juga turut mengawasi dan jangan mudah terbawa isu-isu yang negatif,” tegasnya. Bawaslu, sambungnya, juga telah memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. “Namun kita berharap, bersama-sama kita bisa memahami dengan benar makna Pemilu yang sebenarnya supaya kehidupan negara kita ke depan lebih baik,” sambung Ferdinand. Hal tersebut juga dipertegas oleh Siti Khofifah, Tim Asistensi Bawaslu RI. Ia sangat berharap, DPRD Kabupaten Muko-Muko mendukung penuh kegiatan Panwas setempat dalam upaya mengawasi jalannya penyelenggaraan Pilkada. “Mohon dukungannya dari elemen legislatif untuk memberikan dukungan terkait anggaran, sarana dan prasarana, serta personil yang akan mengawasi jalannya Pilkada. Pun juga dengan pengawasan terhadap petahana yang akan mencalonkan diri karena terbatasnya kewenangan serta personil yang ada, Bawaslu maupun jajaran daerah tidak bisa mengawasi secara rinci kegiatan-kegiatan petahana ini. Maka kami mohon bantuan dari DPRD,” jelasnya.
Terkait hal tersebut, Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Muko-Muko Ery Zulhayat mengatakan anggaran Panwas Kabupaten Muko-Muko sudah dibantu sesuai dengan kekuatan anggaran di Muko-Muko. “Anggaran sudah kami setujui dan besarannya cukup memadai. Sementara untuk sumber daya manusianya telah merekrut orang-orang yang memang terbaik,” pungkasnya.